Baris Gede : Tarian Perang Suci
Dalam adat Bali, seni tari adalah hal yang telah melekat dan tidak bisa dipisahkan dari kehidupan masyarakat di sana. Salah satu tarian Bali yang sering diekspos adalah Baris Gede. Tarian ini merepresentasikan Widyadara, seorang pendekar yang ikut mengembara bersama Dewa-Dewa. Tarian ini dibawakan oleh laki-laki dewasa dan berjumlah 2-10 orang, tergantung dari variasi tariannya.
Tarian Baris Gede sendiri biasa dipentaskan pada saat upacara sakral tertentu, yang memiliki makna untuk menyuratkan kisah para Ksatria Bali, namun tidak jarang juga tarian ini memiliki jalan cerita lain yang unik dan berbeda, tergantung pada nilai yang ingin disampaikan oleh sang pembuat ceritera. Tetapi secara garis besar, kisah yang dituturkan memang ingin menggambarkan sosok Ksatria Bali yang pemberani. Ilustrasi formasi yang paling selaras untuk hal tersebut adalah Tari Baris Gede yang dibawakan oleh sembilan orang yang masing-masing dari penari mewakilkan arah angin yang berbeda sebagai arti dari para pendamping dewa.
Jumlah penari dalam tarian Baris Gede memiliki makna tersendiri dari setiap ceritanya. Itulah mengapa saat pementasan, para penari mengacungkan senjata yang berbeda-beda. Ada yang mengangkat tombak, perisai bahkan cakra. Satu-satunya hal yang membedakan antara satu penari dan penari lainnya adalah senjata yang mereka bawa, karena semua pakaian yang dikenakan identik sama. Kewenangan untuk membawa simbol dan ritual tertentu bergantung kepada sang narator, karenanya senjata yang dibawa penari pun dipilih khusus dan tidak sembarangan.
Gerakan dalam tarian Baris Gede memiliki intensitas yang tinggi, sehingga para penari diharuskan memiliki stamina yang kuat dan badan yang prima untuk mengikuti ritme tariannya. Bahu sebagai makna ketangguhan Ksatria selalu diikuti dengan gerakan mata yang tajam yang memberikan perasaan yang kukuh. Gerakan mata yang tajam ini memiliki arti “waspada” dan “kehati-hatian”. Tarian Baris Gede ini telah dipentaskan setidaknya sejak abad ke-8. Yang artinya telah berusia seribu tahun lebih.
